Sabtu, 06 Juni 2009

Media Pembelajaran TTS

Jalannya Permainan:
1. Guru menjelaskan pada siswa aturan permainan.
2. Siswa dibagi menjadi empat kelompok secara acak.
3. TTS telah tertempel di papan yang telah disediakan.
4. Masing-masing kelompok diberi waktu 10 menit untuk berdiskusi dan menentukan 3
orang untuk mewakili kelompoknya dalam permainan TTS
5. Perwakilan masing-masing kelompok menempati tempat yang telah disediakan.
6. Guru membacakan soal dan utusan masing-masing kelompok mendengar secara seksama.
7. Perwakilan kelompok yang mampu/mengetahui jawaban dari soal yang diberikan guru
langsung mengambil spidol yang telah disediakan dan menulis jawabannya di kolom
TTS yang sudah ditempel di papan
8. Perwakilan kelompok yang akan mengambil spidol harus menghindari jebakan berupa
“Nyanyian Menghanyutkan.”
9. Nyanyian Menghanyutkan akan diperdengarkan setiap 30 menit sekali
10. Perwakilan kelompok yang terjebak dalam Nyanyian Menghanyutkan harus kembali dan
tidak diperbolehkan mengisi TTS di depan dan kesempatan diberikan kepada kelompok
lainnya.
11. Perwakilan kelompok yang berhasil menjawab TTS dengan benar akan mendapatkan
poin, sementara perwakilan kelompok yang salah dalam menjawab TTS akan di parkir
dan digantikan anggota lainnya.
12. Siswa yang di parkir akan mendapatkan hukuman sesuai permintaan kelompok yang
menang.
13. Permainan ini membutuhkan kekompakan, ketangkasan, kecepatan, serta kecerdasan
otak.

pendidik harus paham bahasa

Bahasa Indonesia merupakan sarana penting dalam kehidupan kampus. Dalam komunikasi resmi, baik dalam kegiatan penalaran maupun dalam proses pembelajaran, mahasiswa selalu terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang penting bagi bangsa Indonesia. Pertama, Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan Sumpah pemuda (1928); kedua, Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Arifin dan Tasai, 2004:9).
Siswa taman kanak-kanan sampai mahasiswa, mulai orang awam sampai pemimpin, pejabat, cendekiaawan, sastrawan, konglomorat, milyader terlibat dalam pembinaan Bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumowijiyo (2003:33) yang menyatakan bahwa pada hakikatnya, Pembinaan Bahasa Indonesia (PBI) menyangkut semua warga negara Indonesia. Ini berarti bahwa sudah seharusnya seluruh warga negara Indonesia bisa berkomunikasi dengan BI secara baik sesuai dengan kaidah BI, baik secara lisan maupun tulis.
Sehubungan dengan penggunaan BI, mahasiswa Unesa, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) merupakan subjek PBI. Mereka diarahkan untuk menjadi seorang pendidik. Oleh karena itu, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dicetak untuk paham bahasa Indonesia dan dapat mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada anak didiknya. Di sisi lain, sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, sudah seharusnya meraka bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam penggunaan ejaan.
Dengan mempertimbangkan pentingnya seseorang berbahasa yang baik dan benar, maka penulis secara sengaja merumuskan rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimanakah pemakaian tanda baca yang sesuai dengan Ejaan Yang telah Disempurnakan (EYD) dalam Bahasa Indonesia. Dari masalah yang masih bersifat umum tersebut, penulis rumuskan menjadi beberapa submasalah sebagai berikut: Bagaimana pemakaian tanda titik, tanda koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda garis miring, tanda petik, tanda petik serta tanda petik tunggal yang sesuai dengan EYD
Mengacu pada rumusan masalah di atas maka dapat ditarik suatu tujuan yang ingin disampaikan penulis lewat tulisan ini, yaitu untuk mengetahui pemakaian tanda baca yang sesuai dengan EYD dalam Bahasa Indonesia. Namun tujuan tersebut masih bersifat global, oleh karena itu, penulis merinci tujuannya yang masih bersifat umum tersebut menjadi tujuan yang lebih rinci, yaitu Mendeskripisikan pemakaian tanda titik, tanda koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda garis miring, tanda petik, tanda petik serta tanda petik tunggal yang sesuai dengan EYD,
Makalah ini disusun untuk semua kalangan, baik praktisi, wirausaha, petani maupun akademika. Hal ini berangkat dari sebuah asumsi yang mengharuskan setiap warga negara untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa terkecuali. Dengan tidak mengesampingkan lapisan masyarakat yang lain, penulis menganggap akademis (mahasiswa, dosen) mempunyai kewajiban yang utama. Karena lewat para akademika inilah, nantinya putra-putra bangsa akan dididik, khususnya Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia. Bagi dosen, tulisan ini dapat dijadikan bahan atau sumber dalam proses pembelajaran maupun dalam membimbing mahasiswanya dalam penulisan karya tulis ilmiah. Dengan memperhatikan makalah ini, mahasiswa akan lebih berhati-hati dalam penggunaan ejaan pada karya tulis ilmiah. Mahasiswa memperoleh informasi tentang kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ketika mereka menulis karya tulis ilmiah.
PEMAKAIAN TANDA BACA YANG SESUAI DENGAN EYD

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seringkali mengasumsikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Namun tidak jarang, masyarakat mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya untuk dijadikan sebagai bahasa Ibu. Apa pun pandangan masyarakat tentang bahasa Indonesia, yang perlu diingat bahwa bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai bahasa negara sekaligus sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa negara, menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dalam sistem ketatanegaraan dan sebagai pengantar dalam dunia pendidikan. Walaupun sebagai bahasa resmi kenegaraan, tidak jarang ditemui seseorang dalam situasi resmi (misalnya dalam proses belajar mengajar, rapat, dll) menggunakan bahasa Indonesia yang tidak taat azas atau tidak sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Menurut Syafi’ie (dalam Sukardianto, 2003:6), menyatakan bahwa kesalahan berbahasa Indonesia merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, atau paragraf yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan. Lebih singkat Ardiana dan Yonohudiyono (2001:43) menyatakan bahwa kesalahan merupakan penyimpangan dari norma baku.
Dalam berbahasa, ada beberapa jenis kesalahan. Kesalahan-kesalahan ini dapat dikelompokkan bergantung dari cara seseorang memandang. Chomsky (dalam Ardiana dan Yonohudiyono, 2001:43) membedakan atas dua jenis, yaitu (1) kesalahan yang disebabkan oleh faktor kelelahan, keletihan, dan kurangnya perhatian. (2) kesalahan yang diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah bahasa.
Salah satu penyebab Sering terjadinya kesalahan dalam penggunaan bahasa disebabkan seseorang kurang tahu mengenai kaidah bahasa. Dalam bahasa Indonesia kaidah yang dipakai dan disepakati sebagai acuan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan suatu aturan atau kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang terbaru dam ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Hal itu meliputi penulisan kata, pemakaian huruf, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca (Depdiknas, 2006:2).

Cerpen

“PEMBELAJARAN YANG DILUPAKAN OLEH GURU ”
Tinjauan Sosiologi Cerpen “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat”
Karya Danarto

Dalam menganalisis karya sastra, kita dapat memakai beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan sosiologi. Dalam bukunya yang berjudul The Sociology of Literature,Swingewood (1972) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial.
Supardi Djoko Damono (1978) menemukakan beberapa pendapat mengenai aneka ragam pendekatan terhadap karya sastra seperti yang dikemukakan Wolff. Dari Wellek dan Warren ia menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra; sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri; dan sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.
Dalam cerpen “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat” karya Danarto penulis dalam mengapresiasikannya penulis memakai pendekatan sosiologi karya sastra, yang memasalahkan karya sastra itu sendiri.
Dalam cerpen “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat” terdapat kritik sastra yang menyangkut pendidikan di Indonesia.

“Akulah jibril, yang pada suatu hari melihat sebuah sekolah dasar yang anak-anaknya sedang mampat pikirannya, maka kutukikkan layang-layangku hendak menyerbu layang-layang yang lain, tepat ditengah atap itu; brag-brag-kada, brag beberapa genting ku perintahkan jatuh, tentu saja kubikin tidak mengenai mereka, melainkan kepingan-kepingan itu biarlah jatuh dilantai saja. Mereka jadi terkejut , semuanya menengok ke atas yang tanpa langit-langit itu.”

Dari penggalan cerpen tersebut, timbul dalam diri kita sebuah pertanyaan; apa yang dikehendaki Jibril (malaikat pemberi wahyu)?, mengapa jibril tidak langsung menukikkan layang-layang (wahyu) langsung ke kepala anak-anak tetapi menukikkan ke tepat ditengah atap sehingga atapnya hancur?.

Dalam penggalan cerita berikutnya kita mendapati:
“setelah itu kukirimkan hujan khusus lewat lubang atap itu. Mereka bubar keluar.”

Dan dilanjutkan:

“Bagaimana mungkin ada hujan setempat yang begitu kecil, demikian mereka saling berkata, yang kusambuit dengan senyuman kecil.”

Dari dua penggalan cerita berikutnya, dalam diri kita juga timbul pertanyaan apa yang diinginkan jibril (pembawa wahyu) dengan mengirimkan hujan hanya pada lubang atap sekolah?, mengapa tempat lain tidak terjadi hujan?.
Beberapa pertanyaan yang timbul dalam diri kita tersebut akan terjawab dalam penggalan novel berikut ini:
“Yang menyenangkan adalah pikiran guru dan murid-murid itu menjadi segar dan mereka kemudian ramai-ramai belajar disebuah bukit yang rimbun di seberang halaman sekolah”

Dari penggalan tersebut terjawablah sudah apa yang dikehendaki jibril dengan menukikkan layang-layangnya tepat ke tengah atap sekolah sehingga atapnya hancur sehingga sekolah tersebut tak ada langit-langitnya, terjawab sudah mengapa jibril hanya mengirimkan hujan khusus diatap sekolah itu sementara tempat yang lainnya tidak, yaitu agar siswa belajar di luar kelas, sehingga pikiran guru dan murid menjadi segar kembali. Hal ini dipertegas dan diperjelas dalam penggalan berikutnya:

“Mengapa mesti belajar di dalam kelas saja? Apakah padang rumput yang luas itu bukan kelas?”

Jelas sudah apa yang diinginkan jibril. Jibril menginginkan anak-anak diajar di luar kelas (padang rumput yang luas) sehingga pikiran mereka menjadi jernih dan segar kembali.

Dari beberapa petikan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa pengarang menginginkan seperti apa yang diinginkan oleh jibril (karena jibril merupakan wakil atau mencerminkan apa yang ingin dikehendaki pengarang) yaitu pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan di dalam kelas tetapi bisa juga di luar kelas, bahkan pengarang lewat jibril ingin menyampaikan bahwa belajar di luar kelas lebih efektif dari pada belajar di dalam kelas

Pendidikan Sastra

ketika Ego dan Emosional Diutamakan
PENGKIANATAN THESEUS PADA ARIADNE DALAM NOVEL THESEUS

Kekompleksan karya sastra membuat seorang apresiator dapat mengapresiasikan karya sastra melalui beberapa pendekatan. Salah satu pendekan yang dapat digunakan oleh apresiator dalam mengapresiasikan karya sastra adalah pendekatan psikologi. Pendekatan psikologi ini mencakup tentang pengarang, karya sastra dan pembaca.
Karya sastra yang merupakan dunia baru hasil ciptaan pengarang. Secara sadar atau tidak sadar pengarang sebagai seorang manusia telah memasukkan aspek-aspek kehidupan manusia di dalam karyanya (sastra). Disinilah yang menjadi letak kajian psikologi, yaitu aspek-aspek manusia yang diciptakan dalam karya sastra (tokoh-tokoh dalam karya sastra) yang memiliki aspek-aspek kejiwaan.
Jika kita mengkaji tentang psikologi berarti kita menganalisis tentang kepribadan seseorang. Hal sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Freuda, bahwa Psikologi adalah semua gejala yang bersifat mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadarnan. Lebih lanjut Freud membagi teori kepribadian menjadi tiga, yaitu Id (Es), Ego (Ich), dan Super Ego (Uber ich).
Dalam memahami psikologi sastra, kita dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaaan pengarang sebagai penulis; b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra; c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Dengan tidak merendahkan kajian yang lainnya, seringkali psikologi sastra ini dikaitkan dengan permasalahan yang kedua, yakni psikologi yang berkaitan dengan kejiwaan tokoh-tokoh fiksionalitas dalam karya sastra. Hal ini terjadi karena sastra merupakan dunia baru di luar dunia sekarang ini yang ada (dunia nyata), yang di dalamnya dimasukkan aspek-aspek kehidupan manusia. Dengan adanya fakta-fakta yang ada, yang diberikan atau diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupuan tidak langsung seperti karakter, perwatakan, karakteristik tokoh-tokoh, dll maka seorang apresiatior dapat dengan mudah menganalisis sastra dari segi psikologinya
Sebagai seorang putra mahkota Attika, sudah seharusnya Theseus dipandang lebih daripada kebanyakan orang. Namun Theseus tidak menginginkan pengecualian-pengecualian yang turun temurun itu, walaupun hal itu hanyalah suatu alasan yang dibuat-buat Theseus agar dia bisa hidup bebas untuk menikmati kehidupan yang sejak kecil dia impikan. Maka dia menginginkan agar dia dijadikan salah satu dari ketigabelas korban (sesajen yang akan dihidangkan kepada Minotaur, yaitu makhluk yang dilahirkan oleh Pasiphae, istri minos yang pernah punya hubungan dengan sapi). Korban ini diberikan kepada Minos penguasa pulau Kreta yang menganggap bahwa Attika beranggungjawab atas kematian anaknya Androgeus. Theseus bermaksud ingin mengalahkan Minotaur dan akan membebaskan yunani dari kewajiban membayar upeti yang mengerikan kepada kreta (minos), theseus juga menginginkan Kreta mengirimkan kepada Yunani (Attika) barang-barang berharga, indah dan aneh. (halaman 13)
Dengan menggunakan layar, akhirnya Theseus berangkat bersama keduabelas korban yang lain, yang salah satu diantaranya adalah sahabatnya Pirithous. Pada pagi bulan Maret Theseus dan korban lainnya sampai di Kreta. Disinilah awal mula Theseus bertemu dengan putri minor yang tertua, Ariadne dan adiknya Phaedra.(halaman 14). Pada jamuan pertama Theseus dan korban lainnya dipisahkan karena permintaan Ariadne. Dalam keadaan sendirian, Theseus diberi pertanyaan. Dan theseus pun mengaku dengan jujur bahwa dirinya adalah seorang cucu pittheus dan dirinya dilahirkan oleh poseidon. Namun tidak begitu saja minos, istrinya serta kedaua anaknya percaya bahwa Theseus adalah seorang poseidon. Maka theseus pun diuji di sebuah pantai laut, dengan kecerdikannya dia lolos dari ujian, akhirnya minos, istrinya serta kedua anaknya percaya bahwa Theseus adalah seorang poseidon.(halaman halaman 15-18)
Kegilaan (kesukaan) Ariadne pada theseus menjadikan ariadne melupakan segalanya. Ariadne lebih mendahulukan ego dan emosinal yang kuat dan mengalahkan kesadaran otaknya. Dia sudah tidak memperdulikan siapa lawan yang akan dihadapi oleh theseus. Bahkan dia menganggap gila ibunya, yang berusaha membujuk Theseus agar mau mengalah kepada anaknya (minotaur). Walupun ariadne mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi Theseus adalah saudaranya sendiri, namun dia tetap mendukung agar theseus menang. Dia memberikan motivasi serta dorongan agar Theseus tetap optimistis
Tapi aku ingin supaya engkau (Theseus) menang. Dengarkan baik-baik, aku yakin engkau akan menang. Rupamu meyakinkan sekali. Kemenangan tak dapat dibantah sudah pasti.

Kesukaan Ariadne pada Theseus sudah menjadi-jadi, dia sudah tak memperdulikan lagi jika suatu saat ayahnya (minos) tidak menyukai/merestui hubungan mereka. Dia menganggap hal itu sebagai suatu hal yang biasa. Ariadne tidak lagi menggunakan akal sehatnya dia lebih mendahulukan emosi serta egonya. Dia rela diusir dari istana minos, jika Dia selalu bersama Theseus dimanapun Dia berada. (halaman 28).
Rasa cinta Ariadne yang begitu besarnya kepada Theseus, sehingga dia mencarikan jalan kelaur dari masalahnya sehingga Theseus dapat mengalahkan Minotaur, dan pulang dengan selamat. Maka diantarlah Theseus kepada seseorang yang aakan menggambar/melukiskan minotaur kepada theseus yaitu Deadalus, Deadaluslah yang telah membuat Labyrinth (tempat tinggal minotaur) serta Dialah yang telah membina Minotaur. (halaman 27)
Rasa cinta Ariadne kepada Theseus yang begitu besar tidak membuat theseus langsung terpesona dan jatuh cinta kepadanya. Sebagaimana kata pepatah “Cinta Bertepuk Sebelah Tangan”. Mungkin pepatah inilah yang pas untuk hubungan ariadne dengan theseus. Cinta yang begitu besar ariadne kepada theseus judtru dibalas Theseus dengan duri atau pengkhianatan. Theseus tidak mau tahu kalau dirinya bisa lolos dari maut atau menang melawan minotaur adalah berkat Ariadne. Theseus justru mengangap kemenangan yang ia dapatkan adalah hasil kerja kerasnya sendiri.
Theseus lebih mencintai Phaedra (adik kandung Ariadne) daripada Ariadne, Thesius muak dengan sikap Ariadne yang mudah sekali menyerahkan dirinya, theseus juga jemu akan sikap lemah lembut yang dipaksa-paksa itu secara berlebih-lebihan, jemu terhadap desakan untuk meyakinkan cintanya yang abadi, dan nama-nama manis (misal:anjing kecilnya, elang kecilnya) yang diberikan Ariadne kepada Theseus, serta ariadne terlalu mencintai sastra yang justru dibenci oleh Theseus (halaman 28). Dengan bantuan Pirithous sahabatnya, theseus merencanakan siasat yang dapat membuat theseus dan Phaedra meninggalkan Kreta menuju yunani dengan selamat.
Siasat yang telah diatur seblumnya mulai dijalankan. Hal pertama yang dilakukan Theseus membujuk Ariadne agar mengajak adiknya Glaukus (adik laki-laki Ariadne yang wajahnya mirip dengan Phaedra). Langkah kedua memotong rambut Phaedra agar mirip seperti Glaukus sehingga tak ada orang yang curiga. Akhirnya tibalah waktunya unutk menjalankan rencana tersebut. Ariadne telah lebih dulu pergi ke kapal untuk mempersiapkan tempat untuknya. setelah makan malam kemudian Phaedra pura-pura meningalkan ruang makan dan langsung menuju ke kapal dengan perhitungan tidak ada orang yang tahu sampai waktu pagi. Rencana berjalan seperti apa yang dinginkan Theseus. Akhirnya theseus dan sahabatnya serta phaedra dan Ariadne meninggalkan Kreta.(halaman 48 – 50). Dalam pelayaran Ariadne belum juga mengetahui kalau dirinya sebenarnya ditipu. Namun, sebagaimana kata pepatah “Sepandai kita Menyimpan Bangkai, Baunya akan Tetap Tercium”. Pepatah ini memang benar, akhirnya Ariadne pun mengetahui tipu muslihat bahwa Phaedralah yang diikut bersama dengan pakaian Glaukus, maka Ariadnepun meronta marah, menjerit-jerit mengancam, dan menuduh berkhianat, akhirnya Theseus menurunkan Ariadne di pulau Naxos. “Ketika ego didahulukan tanpa mempertimbangkan dengan akal yan sehat maka kehancuran dan kebinasahan serta penyesalan akan datang kepadanya” mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan atau keadaan Ariadne pada saat itu. Pada saat akan diturunkan ariadne mengancam akan membuat sebuah nyanyian yang menggambarkan betapa rendahnya Theseus karena meninggalkan dirinya. (halaman 51) Ancaman inilah yang justru membuat theseus gelisah untuk memikirkannya dikemudian hari.

Senin, 01 Juni 2009

USBN dan Skripsi

kita ketahui bersama, pada mei ada dua kegiatan yang sangat menyesakkan bagi orang2 yang menuntut ilmu (khususnya di dunia pendidikan formal). kedua kegiatan tersebut adalah USBN dan Skripsi. lalu timbul pertanyaan, samakah kedua kegiatan tersebut.
bila kita menjawab dengan tanpa berpikir tentu jawaban kita bisa sama bisa juga berbeda dengan argumentasi yang asal-asal. namun, sebagai makhluk Tuhan kita diperintahkan untuk bertanggung jawab. oleh karena itu dalam tulisan ini saya akan menyinggung persamaan kedua kegiatan di atas dengan beberapa argumen yang menurut saya dangkal, tapi bisa jadi ini yang tak pernah terpikirkan barang seorang pun.
pada dasarnya kedua kegiatan tersebut sama, skripsi digunakakan untuk menguji atau tes kelulusan bagi mahasiswa, sementara USBN tes kelulusan bagi siswa. muncul juga dipermukaan bahwa USBN tidak cocok diterapkan, karena penilaian tidak menguji aspek afektif, psikomotor, dan aspek kognitif.

Sabtu, 30 Mei 2009

pemilu, bisakan merubah pendidikan

pemilu, kata yang menjadikan tolak ukur perubahan. itulah kata sebagian orang. tapi sebagian lagi mengatakan tak ada bedanya. terlepas dari itu semua, marilah kita berpikir sejenak dengan pikiran arif dan bijaksana.
percaya atau tidak, pemilu dijadikan sebagai ajang untuk memilih wakil rakyat, terlepas apakah wakil yang kita pilih benar atau salah, wakil itulah yang akan menjadi tolok ukur nasib rakyat. pun demikian dengan nasib pendidikan. kalo orang yang kita pilih menomor sekiankan pendidikan, tentu nasib itu yang akan menimpa pendidikan ini. bukankah agama kita mengajarkan naib ini bergantung pada usaha dan doa. maka tidak salah kalau saya mengajak anda semua untuk berbikir bijak. kalau anda golpun, saya yakin anda punya alasan untuk melakukan itu. tapi kalau anda memilih pilihlah mereka-mereka yang benar-benar membawa negara ini sejahtera, tentu negara ini sejahtera dimulai dari pendidikannya. terlepas ada calon yang bisa membawa kesejahteraan atau tidak saya yakin anda bisa menganalisanya sendiri

gerbang pendidikan

pendidikan. benarkan pendidikan ini sudah baik?????????????????????? itulah hal yang aku pikirkan saat aku membaca buku-buku koleksiku yang kutaruh di loker. saat ku baca sekilas terlihat oleh mataku satu kata yang membuatku harus menghentikan gerakan tangaku tuk membolak-balikkan lembaran buku. kata yang aneh tapi memang itu kenyataannya.
"indonesia negara kaya"
banarkah, batinku berkata. kalao kaya kenapa masih ada anak-anak kecil yang setiap pagi harus mengangkat tangannya di tengah keramaian lampu merah, bukankah seharusnya mereka sedang asyik mendengarkan dongeng di sekolah, bukankah waktunya mereka mengukir dengan tangannya di atas kertas, bukan malah mengukir tangannya di atas nasih orang lewat. kenapa mereka harus mengangkat tangan, aku dibuat bingung, sampai akhirnya otakku berkata "tidak" negara ini miskin. aku pun mengerutkan keningku, sambil berkata di dalam hatiku "bukankah banyak mobil berkeliaran di disaat pagi buta, banyak gedung2 menjulang tinggi seolah-olah ingin menggilas rumah-rumah kumuh di pinggiran, benarkah negara ini miskin, atau malah justru kaya raya. GELODAK, suara buku terjatuh dari tanganku, aku baru saDAR INILAH HIDUP, ada Yang di atas tapi ada yang di bawah, tapi kenapa yang di atas lupa YANG dibawah, kanapa yang di bawah tak mau menuruti yang di atas. maukah menjadi yang di atas, maukah kita mengerti yang di bawah. inilah filosofiku.