Sabtu, 06 Juni 2009

Pendidikan Sastra

ketika Ego dan Emosional Diutamakan
PENGKIANATAN THESEUS PADA ARIADNE DALAM NOVEL THESEUS

Kekompleksan karya sastra membuat seorang apresiator dapat mengapresiasikan karya sastra melalui beberapa pendekatan. Salah satu pendekan yang dapat digunakan oleh apresiator dalam mengapresiasikan karya sastra adalah pendekatan psikologi. Pendekatan psikologi ini mencakup tentang pengarang, karya sastra dan pembaca.
Karya sastra yang merupakan dunia baru hasil ciptaan pengarang. Secara sadar atau tidak sadar pengarang sebagai seorang manusia telah memasukkan aspek-aspek kehidupan manusia di dalam karyanya (sastra). Disinilah yang menjadi letak kajian psikologi, yaitu aspek-aspek manusia yang diciptakan dalam karya sastra (tokoh-tokoh dalam karya sastra) yang memiliki aspek-aspek kejiwaan.
Jika kita mengkaji tentang psikologi berarti kita menganalisis tentang kepribadan seseorang. Hal sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Freuda, bahwa Psikologi adalah semua gejala yang bersifat mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadarnan. Lebih lanjut Freud membagi teori kepribadian menjadi tiga, yaitu Id (Es), Ego (Ich), dan Super Ego (Uber ich).
Dalam memahami psikologi sastra, kita dapat menggunakan beberapa cara, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaaan pengarang sebagai penulis; b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra; c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Dengan tidak merendahkan kajian yang lainnya, seringkali psikologi sastra ini dikaitkan dengan permasalahan yang kedua, yakni psikologi yang berkaitan dengan kejiwaan tokoh-tokoh fiksionalitas dalam karya sastra. Hal ini terjadi karena sastra merupakan dunia baru di luar dunia sekarang ini yang ada (dunia nyata), yang di dalamnya dimasukkan aspek-aspek kehidupan manusia. Dengan adanya fakta-fakta yang ada, yang diberikan atau diungkapkan oleh pengarang secara langsung maupuan tidak langsung seperti karakter, perwatakan, karakteristik tokoh-tokoh, dll maka seorang apresiatior dapat dengan mudah menganalisis sastra dari segi psikologinya
Sebagai seorang putra mahkota Attika, sudah seharusnya Theseus dipandang lebih daripada kebanyakan orang. Namun Theseus tidak menginginkan pengecualian-pengecualian yang turun temurun itu, walaupun hal itu hanyalah suatu alasan yang dibuat-buat Theseus agar dia bisa hidup bebas untuk menikmati kehidupan yang sejak kecil dia impikan. Maka dia menginginkan agar dia dijadikan salah satu dari ketigabelas korban (sesajen yang akan dihidangkan kepada Minotaur, yaitu makhluk yang dilahirkan oleh Pasiphae, istri minos yang pernah punya hubungan dengan sapi). Korban ini diberikan kepada Minos penguasa pulau Kreta yang menganggap bahwa Attika beranggungjawab atas kematian anaknya Androgeus. Theseus bermaksud ingin mengalahkan Minotaur dan akan membebaskan yunani dari kewajiban membayar upeti yang mengerikan kepada kreta (minos), theseus juga menginginkan Kreta mengirimkan kepada Yunani (Attika) barang-barang berharga, indah dan aneh. (halaman 13)
Dengan menggunakan layar, akhirnya Theseus berangkat bersama keduabelas korban yang lain, yang salah satu diantaranya adalah sahabatnya Pirithous. Pada pagi bulan Maret Theseus dan korban lainnya sampai di Kreta. Disinilah awal mula Theseus bertemu dengan putri minor yang tertua, Ariadne dan adiknya Phaedra.(halaman 14). Pada jamuan pertama Theseus dan korban lainnya dipisahkan karena permintaan Ariadne. Dalam keadaan sendirian, Theseus diberi pertanyaan. Dan theseus pun mengaku dengan jujur bahwa dirinya adalah seorang cucu pittheus dan dirinya dilahirkan oleh poseidon. Namun tidak begitu saja minos, istrinya serta kedaua anaknya percaya bahwa Theseus adalah seorang poseidon. Maka theseus pun diuji di sebuah pantai laut, dengan kecerdikannya dia lolos dari ujian, akhirnya minos, istrinya serta kedua anaknya percaya bahwa Theseus adalah seorang poseidon.(halaman halaman 15-18)
Kegilaan (kesukaan) Ariadne pada theseus menjadikan ariadne melupakan segalanya. Ariadne lebih mendahulukan ego dan emosinal yang kuat dan mengalahkan kesadaran otaknya. Dia sudah tidak memperdulikan siapa lawan yang akan dihadapi oleh theseus. Bahkan dia menganggap gila ibunya, yang berusaha membujuk Theseus agar mau mengalah kepada anaknya (minotaur). Walupun ariadne mengetahui bahwa lawan yang akan dihadapi Theseus adalah saudaranya sendiri, namun dia tetap mendukung agar theseus menang. Dia memberikan motivasi serta dorongan agar Theseus tetap optimistis
Tapi aku ingin supaya engkau (Theseus) menang. Dengarkan baik-baik, aku yakin engkau akan menang. Rupamu meyakinkan sekali. Kemenangan tak dapat dibantah sudah pasti.

Kesukaan Ariadne pada Theseus sudah menjadi-jadi, dia sudah tak memperdulikan lagi jika suatu saat ayahnya (minos) tidak menyukai/merestui hubungan mereka. Dia menganggap hal itu sebagai suatu hal yang biasa. Ariadne tidak lagi menggunakan akal sehatnya dia lebih mendahulukan emosi serta egonya. Dia rela diusir dari istana minos, jika Dia selalu bersama Theseus dimanapun Dia berada. (halaman 28).
Rasa cinta Ariadne yang begitu besarnya kepada Theseus, sehingga dia mencarikan jalan kelaur dari masalahnya sehingga Theseus dapat mengalahkan Minotaur, dan pulang dengan selamat. Maka diantarlah Theseus kepada seseorang yang aakan menggambar/melukiskan minotaur kepada theseus yaitu Deadalus, Deadaluslah yang telah membuat Labyrinth (tempat tinggal minotaur) serta Dialah yang telah membina Minotaur. (halaman 27)
Rasa cinta Ariadne kepada Theseus yang begitu besar tidak membuat theseus langsung terpesona dan jatuh cinta kepadanya. Sebagaimana kata pepatah “Cinta Bertepuk Sebelah Tangan”. Mungkin pepatah inilah yang pas untuk hubungan ariadne dengan theseus. Cinta yang begitu besar ariadne kepada theseus judtru dibalas Theseus dengan duri atau pengkhianatan. Theseus tidak mau tahu kalau dirinya bisa lolos dari maut atau menang melawan minotaur adalah berkat Ariadne. Theseus justru mengangap kemenangan yang ia dapatkan adalah hasil kerja kerasnya sendiri.
Theseus lebih mencintai Phaedra (adik kandung Ariadne) daripada Ariadne, Thesius muak dengan sikap Ariadne yang mudah sekali menyerahkan dirinya, theseus juga jemu akan sikap lemah lembut yang dipaksa-paksa itu secara berlebih-lebihan, jemu terhadap desakan untuk meyakinkan cintanya yang abadi, dan nama-nama manis (misal:anjing kecilnya, elang kecilnya) yang diberikan Ariadne kepada Theseus, serta ariadne terlalu mencintai sastra yang justru dibenci oleh Theseus (halaman 28). Dengan bantuan Pirithous sahabatnya, theseus merencanakan siasat yang dapat membuat theseus dan Phaedra meninggalkan Kreta menuju yunani dengan selamat.
Siasat yang telah diatur seblumnya mulai dijalankan. Hal pertama yang dilakukan Theseus membujuk Ariadne agar mengajak adiknya Glaukus (adik laki-laki Ariadne yang wajahnya mirip dengan Phaedra). Langkah kedua memotong rambut Phaedra agar mirip seperti Glaukus sehingga tak ada orang yang curiga. Akhirnya tibalah waktunya unutk menjalankan rencana tersebut. Ariadne telah lebih dulu pergi ke kapal untuk mempersiapkan tempat untuknya. setelah makan malam kemudian Phaedra pura-pura meningalkan ruang makan dan langsung menuju ke kapal dengan perhitungan tidak ada orang yang tahu sampai waktu pagi. Rencana berjalan seperti apa yang dinginkan Theseus. Akhirnya theseus dan sahabatnya serta phaedra dan Ariadne meninggalkan Kreta.(halaman 48 – 50). Dalam pelayaran Ariadne belum juga mengetahui kalau dirinya sebenarnya ditipu. Namun, sebagaimana kata pepatah “Sepandai kita Menyimpan Bangkai, Baunya akan Tetap Tercium”. Pepatah ini memang benar, akhirnya Ariadne pun mengetahui tipu muslihat bahwa Phaedralah yang diikut bersama dengan pakaian Glaukus, maka Ariadnepun meronta marah, menjerit-jerit mengancam, dan menuduh berkhianat, akhirnya Theseus menurunkan Ariadne di pulau Naxos. “Ketika ego didahulukan tanpa mempertimbangkan dengan akal yan sehat maka kehancuran dan kebinasahan serta penyesalan akan datang kepadanya” mungkin kata-kata itulah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan atau keadaan Ariadne pada saat itu. Pada saat akan diturunkan ariadne mengancam akan membuat sebuah nyanyian yang menggambarkan betapa rendahnya Theseus karena meninggalkan dirinya. (halaman 51) Ancaman inilah yang justru membuat theseus gelisah untuk memikirkannya dikemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar